BANYUWANGI – Di sudut Kota The Sunrise The Java (Matahari Terbit di Pulau Jawa) sebutan Kota Banyuwangi. Seorang lansia periang, penuh humoris dan pekerja keras, mengabdikan dirinya bersih-bersih Masjid Miftahul Huda, Silir Sari, Kabupaten Banyuwangi.
Hembusan angin dingin tengah malam sekiranya pukul 02.00 wib menembus wajah dan sekujur kulit perempuan lansia itu, mengikuti jejak roda sepeda yang ia gayuh menuju ke sebuah masjid.
Setiap ayunan kaki menggayuh sepeda, terdengar tarikan nafas tipis yang sedikit kencang dari perempuan lansia. Embun pagi mulai menyentuh kulit wajah lansia itu, tak lama bunyi standar sepeda terdengar, tibalah ia di parkiran masjid.
Lansia itu memarkirkan sepedanya, dan bergegas mengambil sebuah sapu ijuk untuk menyapu seluruh lantai masjid Miftahul Huda. Setiap pojok dan sudut-sudut masjid tak luput dari pembersihannya untuk memberikan kenyamanan serta kesucian kepada hamba-hamba Allah SWT yang akan melaksanakan sholat subuh nanti.
Jemari lansia yang begitu kasar, mulai membersihkan dan merapikan setiap sajadah, sarung dan mukenah di dalam lemari rak kaca. Tak hanya itu, Matanya tajam seperti seorang prajurit yang tengah menargetkan musuhnya di medan perang.
Matanya tertuju ke beberapa sampah yang bertaburan di halaman samping masjid. Memerangi sampah inilah tujuan target mata tajam lansia tersebut. Tak ada satu kata pun dalam bekerja, keheningan ia bekerja, hanya suara sapu dan serok yang terdengar di subuh hari itu sekitar pukul tiga pagi.
Sumila, itulah nama perempuan lansia yang sehari-hari bertugas membersihkan masjid. Ia hanyalah petugas bersih-bersih masjid dengan upah perbulan yang tak bisa dibayangkan nilainya dapat menghidupi kebutuhannya.
“Saya di bayar 300 ribu mas. Itu rejeki saya. Harus saya syukuri dan saya cukup-cukupkan untuk hidup. Pokoknya apa yang bisa saya kerjakan, saya kerja mas,” kata Sulami sembari merapikan jilbabnya.
Disetiap akhir sholat wajib, ia selalu berkomunikasi kepada Sang Pencipta Allah Subbahana Wata’ala. Dalam komunikasi itulah ia sisipkan satu doa untuk menaikkan derajatnya melalui rumahnya yang ingin ia perbaiki.
Kesekian hari beraktifitas, tiba-tiba seseorang bertubuh kekar mendatangi rumah reyotnya yang hanya berdinding bambu dengan atap genteng penuh lobang serta tiang rumah yang sudah lapuk. “Ibu kami datang akan memperbaiki rumah ibu dalam program TMMD,” kata seorang prajurit TNI yang terlibat dalam tim pendataan penerima manfaat Rumah Tinggal Layak Huni (RLTH).
Mendengar kalimat dari prajurit TNI ini, tubuh Sulami seakan-akan bergetar dan ia tak percaya apa yang didengarnya. Lantaran selama puluhan tahun tak jarang hal ini disampaikan kepada dirinya.
Setelah dirinya mendengar langsung dari tim TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke-125 yang akan diselenggarakan Kodim 0825 Banyuwangi, disitulah ia sujud syukur kepada Allah SWT, permohonan kepada-Nya yang selama ini diminta, akhirnya dikabulkan melalui program TNI tersebut.
“Saya bersyukur atas nikmat yang diberikan ini, mas. Selama ini saya hanya berdoa kepada Gusti Allah. Saya tidak bisa berkata-kata lagi mas,” ujar Sulami sambil meneteskan air mata.
Sejak akhir bulan Juli 2025, Sulami menyaksikan dengan mata berkaca-kaca para prajurit TNI dan warga desa bergotong royong membongkar dan membangun ulang rumahnya.
“Saya cuma buruh, tidak mungkin bisa bangun rumah seperti ini. Tapi, bapak-bapak TNI ini datang dan bilang ibu akan kami bangunkan rumah. Saya terharu sekali,” kata Sulami dengan suara bergetar.
Air mata Bu Sulami adalah air mata kebahagiaan, rumah baru yang kokoh, dengan jendela dan pintu yang layak, menjadi simbol harapan baru untuk masa depan yang lebih baik. Ini bukan hanya tentang bangunan fisik, melainkan juga tentang martabat dan kepedulian yang diberikan oleh negara melalui TNI kepada rakyatnya.
Selain bersih-bersih masjid, sulami juga biasa menerima panggilan kerja sebagai buruh tani, buruh rumah tangga. Bahkan memulung botol plastik bekas di seputaran desa tempat ia lakukan. Kini, ia tidak sendirian. Setiap pagi, ia ditemani oleh para prajurit TNI yang dengan sigap membantunya.
Dandim 0825/Banyuwangi, Letkol Arh Joko Sukoyo, S.Sos., M.Han. mengatakan dengan penuh haru bahwa sosok Ibu Sulami adalah seorang perempuan yang tangguh penuh kesabaran dan keikhlasan dalam setiap menjalani kehidupannya.
“Kualitas rasa syukur yang tinggi menjadi kekuatan bagi Bu Sulami. Inilah bukti kekuatan Doa yang menjadi kenyataan,” kata Dandim 0825 Banyuwangi.
TMMD adalah potret nyata dari kekuatan solidaritas dan kebersamaan. Di balik bangunan sederhana, ada cerita-cerita kecil yang penuh makna. Pecahan cerita Ibu Sulami dan penerima manfaat lainnya, sebagai pengingat bahwa pembangunan sejati dimulai dari kepedulian terhadap sesama. (Pen/ITH)